Mencintai dan dicintai adalah fitrah manusia.
Tentu tak sebatas rasa itu saja. Sebagai manusia kita tentu membutuhkan sosok
untuk dimiliki, tak cukup hanya dicinta. Meskipun banyak yang bilang mencintai
tak harus memiliki. Aihh…kurasa presepsi itu perlu dikaji ulang.
Ya, maksudnya mencintai yang bagaimana dulu nih?
Kalau misal kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memiliki seseorang
(ex: seorang laki-laki mengajak taaruf wanita) kemudian ternyata tidak bisa
memiliki (ex: taarufnya tidak bisa dilanjutkan karena wanita merasa tidak
cocok). Itu sih ya emang harus ikhlas kalau gak bisa memiliki, mungkin memang
bukan jodoh.
Tapi kalau belum apa-apa udah nyerah, minder, gak
ada usaha apa-apa terus cuma berdalih mencintai tak harus memiliki. Huah ! itu
sih pengecut (sorry to say like that). Yang lebih parah lagi kalau ada orang
yang memilih untuk mencintai pasangan (suami/istri) orang lain. Terus dengan
santai berdalih gini, “Perasaan ini fitrah, aku gak bisa mencegahnya. Gak
apa-apa, aku rela. Toh mencintai gak harus memiliki.”
Ciaaattttt ! kalau itu aku angkat tangan. Kayaknya
perlu di ruqiyah biar sadar. Karena jelas-jelas apa yang dilakukannya salah.
Itu bukan fitrah, tapi kesalahan ! Itu hanya nafsu syetan yang diikuti.
Well, balik lagi tentang fitrah ya. Tentang
kebutuhan akan sosok pendamping (uhuk ! maaaf batuk..) Untuk perempuan seusia
saya (Yang beberapa tahun lagi masuk seperempat abad, hiks..) mungkin udah
kenyang dengan pertanyaan “kapan…?” (titik-titik silahkan jabarkan sendiri).
Apalagi kalau teman-teman sebaya satu persatu
sudah mulai melepas masa lajangnya. Tak jarang terbesit pertanyaan dalam hati,
giliran aku kapan ya? (nyari tissue)
Dududuh…sabar, ntar juga ada waktunya. Aku
bukannya gak pernah usaha. Aku sempat membuka hati kepada laki-laki (meskipun
dengan cara yang gak syar’i). Sempat berharap dialah yang selama ini aku cari.
Sudah membayangkan masa depan bersama. Apalagi dia juga sudah menebar
janji-janji masa depan seenak udelnya (syalaala..). Dia bahkan sudah
mengenalkan diri dengan orang tuaku (Opo to iki? Malah curhat !)
Hmmfftthh…ternyata aku harus rela membuang semua
harapan itu. Harapan tinggal lah harapan. Dia memilih mundur dengan alasan yang
kurang bisa aku terima. Menurut aku pribadi, sebagai laki-laki dia kurang bisa
mengambil keputusan. Mungkin dia masih labil, entahlah. Tapi biarlah, itu hidup
dia…hak dia.
Stop ah ! daripada malah jadi curhat kemana mana. Mending aku cukupkan saja sampai di
sini tulisannya. Pesannya, sebagai perempuan sebaiknya kita jangan terlalu
percaya dan berharap dengan kalimat-kalimat pamungkas laki-laki. Dan sebagai
laki-laki juga jangan suka umbar janji seenak udel kalian ya. kasihan perempuan
tau ! sakitnya tuh dimana mana.
Karena setahu aku, harga diri laki-laki itu ada di
ucapannya. Jadi, kalo laki-laki yang gak bisa tepatin janji-janji ucapannya
bisa dibilang udah gak punya harga diri lagi. Jangan jadi laki-laki yang cuma
bisa obral janji. Mending gak usah banyak omong, langsung buktikan dengan
tindakan. Istilahnya talk less do more lah.
Mungkin juga ini pelajaran buat aku. Memang benar,
lelaki yang benar-benar serius gak akan ngajak pacaran tapi langsung ngajak
nikah ! prok..prok..prok..
Tetap semangat yah jomblo single, one day kita pasti ketemu dengan Mr/Mrs.
Right kita kok ! cukup sekian, terimakasih (nyruput susu coklat anget).
#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
Tulisannya enak dibaca.. Asoi banget dah.. Hehe..
ReplyDeleteSemoga segera bertemu dengan jodohnya yaa.. Aamiin..
Semangat ya joms :v
ReplyDeleteAsiiiik nabok banget dah ah...
ReplyDeleteBang Syaiha : Aamiin...semoga di ijabah do'anya sama Allah. makasih Bang doa nya
ReplyDeleteAna : Yuhuu...semangat terus !
Mbak Rifa : Wiw ! makasih dah mampir mbak :)
kalo ada saudara yg nanya kapan nyusul di pesta pernikahan, pasti bete walaupun muka senyum-senyum. coba kita tanya balik dia kapan nyusul di upacara kematian, giliran dia yg bete wkwkwk
ReplyDeleteMbak Febie : hehe jangan Mbak Febie, nanti kualat :D
ReplyDelete