maafkan aku, Dek...

Aku menghembuskan nafas berat melihat adikku tertidur di sofa ruang tamu. Tangannya mendekap sebuah buku pelajaran. Aku merasa sangat berdosa. Selama ini aku melupakannya. Ya, aku melupakan namanya dalam doa’-do’aku. Aku yang selama empat tahun terakhir hidup di rantau pun sangat jarang mengetahui perkembangan adik-adikku. Bagaimana pergaulannya, apakah mereka bergaul dengan teman-teman yang baik? Bagaimana prestasinya? Apa ada kesulitan yang yang tak pernah kutahu?

Meski aku jarang sekali memperhatikan mereka, alhamdulillah sejauh ini mereka masih dalam lingkup yang baik. Aku percaya kedua orang tuaku pasti sangat menjaga adik-adikku. Tapi aku sungguh merasa berdosa. Dulu, saat aku di rantau adikku selalu meminta do’a kepadaku saat mereka akan ujian. Entah itu UTS, UAS, apapun. Juga saat akan mengikuti lomba, mereka selalu meminta do’a padaku agar diberi kemudahan dan kelancaran.

Aku yang saat itu sibuk dengan pekerjaan hanya mengiyakan pesan dari adikku. Saat sholat, aku lupa mendo’akan mereka. Jangankan untuk mereka. Untuk diriku sendiri saja aku sering terburu-buru. Ya, aku akui dulu waktuku sangat terbatas hanya untuk kerja dan kerja.

Sehabis shubuh aku harus sudah siap-siap berangkat. Baru pulang maghrib, itupun kalau tidak lembur. Sayangnya aku lebih sering lembur dan baru sampai di kost jam 9 lewat. Seharian di tempat kerja otomatis sholat dhuhur, ashar, dan maghrib aku tunaikan di tempat kerja. Tak bisa kupungkiri aku sering terburu-buru sholat karena waktu sholat terbatas. Sholat isya di kost aku tunaikan dengan sisa tenaga dan menahan kantuk. Astaghfirullah…

Maafkan aku, dek. Sekarang mbak ada di sini, di dekatmu. Mbak sudah tidak lagi di perantauan. Mbak sudah tidak lagi diperbudak pekerjaan. Mudah-mudahan mbak bisa lebih baik dalam sholat. Dan mbak janji akan selalu menyebut nama kalian dalam do’a-do’a Mbak. Semoga kalian diberikan masa depan yang terbaik oleh Allah. Aamiin…

#OneDayOnePost

#MenulisSetiapHari