Ini hari kedua Wira tidak
berangkat kerja. Entah apa alasannya, sejak kemarin dia tidak menghubungiku. Akupun
enggan untuk menanyakan kabarnya. Kurasa ibu benar, aku tidak seharusnya
terlalu mengharapkannya.
Wira
memang mengaku bahwa dia menyukaiku. Tak jarang dia menghabiskan waktu
denganku. Entah hanya sekedar makan di luar atau mengajakku ke tempat yang
belum pernah aku kunjungi. Sejauh ini, aku menilai dia lelaki yang baik. Tapi satu
hal yang akhirnya membuatku ragu, dia tidak pernah mengajakku bertemu orang
tuanya. Bahkan hingga detik ini, hampir satu tahun kami menjalin kedekatan.
“Nis,
kemaren gue ketemu Wira,” tiba-tiba Andre menepuk pundakku.
“Dimana?” kami jalan beriringan masuk ke kantor.
“Pas
gue dateng di nikahannya Roy,” jawab Andre santai.
“Roy
yang staff PE?” tanyaku.
“Iya,
gue malah ngobrol-ngobrol sama Wira. Kasian liat dia duduk sendirian di depan
kayak tukang parkir, hahaha… cie yang dateng ke nikahan mantan cie…” Andre
menggoda.
“Maksud
lo?” aku tidak mengerti arah pembicaraan Andre.
“Iya,
Windy istrinya Roy kan mantannya Wira. Dia dulu kerja di sini juga, tapi
resign. Kayaknya beberapa bulan sebelum lo kerja di sini deh,”
Ya
Allah…apa lagi ini? Wira punya mantan di sini? Kenapa dia tidak pernah cerita? Dan
kenapa aku harus tahu dari orang lain? Andre tidak mungkin mengarang, aku kenal
dia. Apalagi dia lebih dulu kerja di sini. Wajar kalau dia tahu Wira lebih
banyak daripada aku.
“Eh
Nis, kok bengong? Emang lu gak tau kalo mantannya Wira pernah kerja di sini? Tapi
setau gue Windy itu pacarnya Wira pas jaman SMA, terus mereka ketemu lagi pas
kerja di sini.
“Sebelum
kenal lo, Wira juga pernah suka cewek divisi lain kok. Hahaha…lo pasti gak tau
juga kan?” Sifat ceplas ceplos Andre kadang memang bikin sakit hati. Tapi berkat
dia juga akhirnya aku tahu tentang masa lalu Wira.
***
“Kenapa kamu delcon BBM aku? Unfriend facebook aku juga?”
tanya Wira tanpa basa-basi. Aku membuka pintu kontrakan lebih lebar, tanpa
menyuruhnya masuk.
“Kurasa itu bukan masalah, toh aku bukan siapa-siapa kamu
kan?” jawabku datar.
“Kamu
marah sama aku gara-gara aku tidak menghubungi dua hari ini? Nis, aku cuma
pengin tahu seberapa besar kamu peduli sama aku. Aku sengaja gak hubungi kamu. Kamu
sadar gak selama ini selalu aku yang memulai komunikasi.
“Kamu
gak pernah menghubungi aku kalau aku tidak memulai menghubungimu. Dan kemarin
aku nunggu kamu. Tapi ternyata kamu sama sekali tidak mengkhawatirkan aku.”
“Oh
ya? Kekanak-kanakan sekali kamu, Wir. Bukankah kamu sedang berkabung karena
mantan pacarmu menikah? Kenapa? Kamu kehilangan semangat? Sampai tidak masuk
kerja?”
“Aku
kekanak-kanakan? Berkabung? Apa yang kamu pikirkan, Nis?”
“Sudahlah,
aku tidak mau lagi menjalin kedekatan denganmu. Buang-buang waktu !”
“Nis,
ada apa denganmu? Aku serius sama kamu. Aku juga sudah bertemu ibu kan?”
“Kamu
pembohong, Wir ! Apa kamu lupa? Dulu kamu bilang, kamu sudah tidak punya apapun
tentang masa lalu kamu. Foto, kontak, benda-benda, semua. Tapi apa? Nyatanya kamu
masih berteman dengan mantan kamu di facebook.”
“Nis,
facebook itu kan beda dengan BBM, Whatsapp, sama yang lainnya.”
“Kenapa
kamu gak jujur aja? Apapun alasannya, kamu sudah membohongiku, Wir,” aku
menunduk, hangat mengalir dari ujung mataku.
“Dan
tentang keseriusanmu, nyatanya kamu tak pernah mencoba mengenalkanku pada
keluargamu.” Kutepis pipiku yang basah.
“Kamu
terlalu egois, Nis. Aku gak sanggup dengan keegoisanmu ini. Kamu gak tau apa
yang ada di dalam hatiku, Nis.
“Baiklah,
kalau ini yang kamu inginkan. Jika menjauh dariku membuatmu bahagia, pergilah.
Maafkan aku tidak sanggup menahanmu,” ucap Wira sebelum akhirnya pergi
meninggalkanku.
Aku
tak mampu lagi menahan tangis. Ingin sekali aku menahanmu pergi dan mengatakan
bahwa aku menyayangimu, Wir. Tapi kurasa kata-kata itu tidak pantas kuucapkan. Kamu
bilang aku begitu egois dan tidak mengerti apa yang ada di hatimu? Bagaimana aku
mengerti jika kamu sendiri tak pernah mengatakannya?
Kamu
membiarkanku menerka-nerka sendiri tentangmu sehingga akupun harus menyimpulkan
sendiri bahwa kamu tak serius dengan perasaanmu. Dan sekarang kamu melepasku
begitu saja? Tak adakah sedikit usahamu untuk menahanku? Meyakinkan bahwa kamu
memang serius ingin membangun masa depan denganku?
Baiklah,
Wir. Terimakasih pernah menumbuhkan harapan di hatiku. Terimakasih atas masa
depan yang pernah kamu tawarkan. Semoga esok kamu akan mengerti, bukan seperti
ini cara mencintai wanita.
#OneDayOnePost
#FebruariMembara
#17 Feb
Kereenn alurnya..
ReplyDeletemksh sdh mampir mbak :)
ReplyDelete